Di TV NHK (Nippon Housou Kyoukai) ada acara yang bernama
`waku-waku jugyou, watashi no oshiekata` yang kira-kira artinya `kelas yang
menyenangkan` , metode mengajar saya`
Acara ini menyajikan metode mengajar yang unik para guru di
Jepang. yang sering ditampilkan adalah pembelajaran matematika dan sains.
Pembelajaran matematika, terutama di SD dan SMP di Jepang sangat menarik,
guru-guru selalu menyiapkan bahan belajar yang sangat sederhana, misalnya
kertas, gunting, jepitan pakaian, atau bahan lain yg gampang sekali ditemukan.
Misalnya seorang guru di SD affiliation Tsukuba University
mengajar anak kelas 5 SD bilangan berderet dengan bahan kertas dan gunting.
Dengan prinsip `melipat dan menggunting` anak-anak belajar bilangan berderet
secara menyenangkan.
Caranya : Kertas berukuran A4 dilipat memanjang sebanyak dua
kali, kemudian digunting mengikuti lipatannya sehingga menjadi 4 potongan
kertas memanjang. Selanjutnya kertas pertama dilipat melebar 1 kali lalu
digunting. Jadi, dengan melipat 1 kali dan menggunting 1 kali, akan dihasilkan
2 potongan kertas baru. Bagaimana kalau dilipat 2 kali, kemudian gunting di
lipatan yang terakhir ? Berapa potongan kertas baru yang akan dihasilkan ? Yup,
hasilnya 3
potongan kertas baru. Jadi sudah terbentuk deret bilangan 0, 2, 3. Selanjutnya kalau dilipat 3 kali lalu digunting, berapa potongan kertas yang akan dihasilkan ? Sebelum mempraktekkannya, Pak Guru terlebih dahulu menanyai para siswa. Sebagian besar siswa menjawab 5, sebagian yang lain menjawab 6. Mengapa menjawab 5, mengapa menjawab 6, semuanya diminta untuk menjelaskan alasannya. Papan tulis pun penuh dengan coretan dan ilustrasi anak-anak.
potongan kertas baru. Jadi sudah terbentuk deret bilangan 0, 2, 3. Selanjutnya kalau dilipat 3 kali lalu digunting, berapa potongan kertas yang akan dihasilkan ? Sebelum mempraktekkannya, Pak Guru terlebih dahulu menanyai para siswa. Sebagian besar siswa menjawab 5, sebagian yang lain menjawab 6. Mengapa menjawab 5, mengapa menjawab 6, semuanya diminta untuk menjelaskan alasannya. Papan tulis pun penuh dengan coretan dan ilustrasi anak-anak.
Yang menarik guru sama sekali tidak menggurui dengan
memberitahukan jawabannya secara langsung, tetapi seakan-akan beliau tidak
tahu, dan meminta siswa untuk menjelaskan. Melalui cara ini, saya dapat
menangkap bahwa anak-anak Jepang sangat kaya ide. Pepatah `banyak jalan menuju
Roma` berlaku di sini. Dan Pak Guru sama sekali tidak pernah mengatakan
`salah`, yang dia ucapkan malah kalimat `naruhodo`, yang artinya `Oh, saya baru
tahu ! Kalimat ini menurut saya membangkitkan suatu kebanggaan tersendiri bagi
seorang anak. Suatu pujian yang bisa diartikan `kamu bisa,
Nak !`
Nak !`
Ada 3 prinsip mengajar guru-guru di Jepang, yaitu
1. tanoshii jugyou (kelas harus menyenangkan)
2. wakaru ko (anak harus mengerti)
3. dekiru ko (anak harus bisa)
1. tanoshii jugyou (kelas harus menyenangkan)
2. wakaru ko (anak harus mengerti)
3. dekiru ko (anak harus bisa)
Melalui model pembelajaran seperti itu, kita dapat melihat
bagaimana anak-anak di Jepang diajari untuk menganalisa sebuah permasalahan,
atau menemukan pemecahannya, tanpa dijejali dengan rumus itu rumus ini. Mereka
baru diajari rumus /teori belakangan, setelah mereka paham asal-usul sebuah
teori, dan bisa menggunakannya di kehidupan sehari-hari. Mereka juga tidak
diajari banyak hal, sedikit saja yang penting mengerti. Oleh karenanya
guru-guru di SD sangat kaget ketika mengetahui anak-anak SD kelas 1 di
Indonesia sudah belajar bilangan sampai 100. Pasti mereka akan kaget lagi kalau
dikatakan bahwa di Indonesia sudah belajar perkalian hingga 10 x 10 waktu di
TK.
Maksudnya, menghafalnya, tanpa mengerti kenapa 1 x 1 = 1.
Maksudnya, menghafalnya, tanpa mengerti kenapa 1 x 1 = 1.
Contoh sederhananya: apa ya bedanya 1×3 dan 3×1… ?
Awalnya anak-anak menjawab sama aja… hasilnya 3. Benar,
memang sama hasilnya. Tapi, hati-hati… konsepnya berbeda. Kenapa? Ayo… siapa
yang pernah sakit? Setiap manusia pasti pernah sakit. Kalau sudah sakit, pergi
ke dokter. Nah, coba perhatikan.. .. dalam kotak pembungkus obat berapa dosis
yang ditulis dokter? 1×3 atau 3×1 (jika harus minum 3 kali)?
Pasti dokter menuliskannya 3×1, jarang atau bahkan tidak ada
yang 1×3. Alasannya, jika kita harus minum obat 3 kali jika dokter nulis 3×1
berarti minumlah 1 table pagi, 1 tablet siang, dan 1 tablet malam (atau bisa
ganti dengan sendok teh untuk obat sirup). coba kalau dokter nulisnya 1×3, maka
sang pasing disuruh minum obat 3 tablet sekaligus (3 tablet pagi saja)…. wow…
bisa pingsan! Itulah bedanya 1×3 dan 3×1 meski hasilnya sama.
Comments
Post a Comment